F1 GP San Marino 1994: Akhir Pekan Terkelam dalam Sejarah F1

Tepat 30 tahun setelah akhir pekan paling kelam sepanjang sejarah olahraga, Crash.net kembali mengulas F1 GP San Marino 1994 di Imola dan dampaknya terhadap olahraga.
F1 GP San Marino 1994: Akhir Pekan Terkelam dalam Sejarah F1

F1 GP San Marino 1994 mengubah Formula 1 selamanya saat Roland Ratzenberger dan Ayrton Senna meninggal secara tragis di satu akhir pekan balapan di Imola.

Sudah 30 tahun berlalu, akhir pekan tersebut akan selalu diingat oleh sebagian besar penggemar sebagai yang paling kelam dalam sejarah Formula 1.

Start bagus Benetton

Michael Schumacher dan Benetton tiba di San Marino dengan maksimal 20 poin atas namanya setelah kemenangan di Brazil dan Aida. Sebaliknya, Senna gagal menyelesaikan atau mencetak satupun poin dalam dua putaran pembukaan saat pembalap Brazil itu masih beradaptasi dengan Williams.

Kontroversi muncul dengan Senna bersikukuh Benetton memakai sistem traction control yang ilegal. Jelang musim 1994, FIA melarang penggunaan perangkat elektronik seperti active suspension, traction control, atau girboks CVT yang dikembangkan Williams tahun 1993. 

Alhasil FW16, yang merupakan evolusi FW15C pemenang gelar 1993 bersama Alain Prost menjadi liar dan sulit dikendalikan setelah kehilangan sebagian besar perangkat elektroniknya.

Dengan tekanan untuk segera menuntaskan adaptasi, dan mengejar defisit 20 poin dari Schumacher, Senna tidak punya pilihan lain selain menang di Imola.

F1 GP San Marino 1994: Akhir Pekan Terkelam dalam Sejarah F1

Dimulai dengan insiden besar Barichello

Rubens Barrichello - saat itu masih berusia 21 tahun - menuju ke Imola setelah awal yang luar biasa di musim 1994. Posisi keempat di kandang sendiri di Brasil diikuti dengan podium perdananya di Jepang memberinya kepercayaan diri saat ia duduk di urutan kedua dalam kejuaraan.

Pada sesi pertama dari dua sesi kualifikasi, Barrichello kerb di tikungan Variante Bassa pada lap kedua dengan kecepatan 225 km / jam, meluncurkannya ke udara.

Barrichello menghantam bagian atas penghalang ban dan pingsan karena benturan sebesar 95G. Profesor Sid Watkins dan tim medisnya dengan cepat pergi ke Jordan milik Barichello - luka di wajahnya dan hidung patah yang merupakan kondisi luka-lukanya.

Saat kualifikasi berlanjut, Olivier Beretta melintir dan menghantam dinding di tikungan yang sama saat Barrichello menabrak, keluar dari Larrousse-nya tanpa cedera. F1 lolos dari kecelakaan tragis pertamanya sejak 1982, tetapi ini tidak bertahan lama.

F1 GP San Marino 1994: Akhir Pekan Terkelam dalam Sejarah F1

Tragedi hari kualifikasi

Setelah gagal mengamankan kursi dengan Jordan pada tahun 1991, pembalap Austria Roland Ratzenberger melakukan debutnya di F1 tiga tahun kemudian untuk tim Simtek.

Pembalap Austria itu finis di urutan kelima dalam Le Mans 1993 24 Hours sebelum pindah ke F1 bersama David Brabham - putra juara dunia Formula Satu tiga kali Jack. Saat sesi kualifikasi kedua akhir pekan di Imola dimulai, Ratzenberger menuju trek saat dia berusaha masuk ke grid untuk balapan hari Minggu.

Kira-kira 20 menit setelah sesi latihan, dia keluar jalur di chicane Acqua Minerale, merusak sayap depannya. Namun Ratzenberger tidak kembali ke pit saat ia berusaha mengamankan tempat grid untuk grand prix hari Minggu.

Saat mendekati tikungan Villeneuve, sayap depannya sudah benar-benar rusak. Dia tidak bisa menikung dan menabrak dinding beton luar dengan kecepatan 314 km/jam. Besarnya dampak kecelakaan membuat roda depan menembus kokpit Simtek-nya, membuat pembalap Austria itu menderita cedera kepala parah.

Ratzenberger langsung dikepung oleh tim medis yang dipimpin oleh Profesor Sid Watkins. Beberapa menit setelah tiba di Rumah Sakit Maggiore di Bologna, Roland dinyatakan meninggal - penyebab resminya, patah tulang tengkorak basilar.

Kematian Roland menandai yang pertama sejak 1982 ketika Riccardo Paletti tewas di Grand Prix Kanada. Hal ini membuktikan bahwa Formula 1 tidak sepenuhnya aman.

Kejadian ini juga jelas menjadi pukulan telak untuk seisi paddock, di mana para pembalap langsung menyetujui pembentukan Grand Prix Driver Association (GPDA) dengan Senna, Schumacher, dan Gerhard Berger sebagai Direktur pertamanya.

Itu adalah hari Sabtu yang memilukan di Imola, namun akhir pekan yang kelam ini belum sepenuhnya berakhir, karena pembalap masih harus kembali ke trek untuk balapan 24 jam setelahnya.

F1 GP San Marino 1994: Akhir Pekan Terkelam dalam Sejarah F1

Peperangan hati Senna

Senna menjadi salah satu pembalap yang paling terpukul atas kecelakaan fatal Ratzenberger di kualifikasi, meski pada akhirnya ia meraih pole ketiganya dari tiga balapan musim 1994. 

"Apa lagi yang perlu kamu lakukan? Kamu sudah tiga kali juara dunia, kamu jelas pembalap tercepat. Pensiun saja dan ayo memancing [bersama]," Watkins menyarankan Senna untuk pensiun setelah kecelakaan Ratzenberger.

Senna menjawab: "Sid, ada hal-hal tertentu yang tidak bisa kita kendalikan. Saya tidak bisa berhenti, saya harus terus maju."

Start dari pole, Senna bertekad untuk 'memulai' musimnya di Imola dengan meraih kemenangan pertamanya untuk Williams. Insiden langsung terjadi sesaat start setelah Pedro Lamy menabrak bagian belakang Benetton milik JJ Lehto yang berhenti, dengan salah satu ban B194 terbang ke stand, untungnya tidak ada yang terluka.

Balapan kembali dimulai pada Lap 5, dengan Senna mempertahankan keunggulan di depan Schumacher saat kedua pembalap melesat di depan lapangan.

Pada Lap 7, saat mendekati Tikungan kiri Tamburello, Senna tidak bisa berbelok dengan Williams-nya, berlari ke dinding dengan kecepatan 211 km / jam. Hingga saat ini, ada berbagai teori tentang apa yang menyebabkan kecelakaan Senna di Tamburello. Termasuk kerusakan kolom kemudi, yang menurut kami adalah alasan paling masuk akal.

Schumacher, yang menguntit Senna, berkata: “Saya melihat bahwa mobil Senna sering menyentuh lintasan di belakang pada putaran sebelumnya. Sangat gugup di tikungan itu, dan dia hampir kehilangannya.

“Kemudian pada saat berikutnya dia kehilangannya. Mobil itu baru saja menyentuh trek dengan bagian belakang tergelincir, sedikit menyamping, dan kemudian dia kehilangannya."

Balapan langsung dihentikan saat itu juga, dengan Sid Watkins dan tim medisnya coba mengeluarkan Senna yang tidak sadar dari kokpit Williams FW16 yang sudah rusak parah.

Setelah penanganan awal di tepi trek yang dipimpin oleh Watkins dan Giovanni Gordini, Senna langsung dibawa ke Rumah Sakit Maggiore di Bologna menggunakan helikopter. 

Dunia balap seketika berhenti, menunggu kabar yang tidak kunjung datang. 

Balapan dilanjutkan 37 menit setelah kecelakaan Senna dan Schumacher mengklaim kemenangan ketiganya berturut-turut di depan pembalap Ferrari Nicola Larini.

Tidak menyadari kondisi Senna yang saat itu kritis, Schumacher menambahkan setelah balapan: "Saya tidak bisa merasa puas, saya tidak bisa bahagia," mengingat peristiwa akhir pekan Imola.

Lebih dari dua jam setelah Schumacher mengambil bendera kotak-kotak, dokter mengumumkan bahwa Senna telah meninggal.

"Ini adalah hari paling kelam untuk balapan Grand Prix yang saya ingat," kata komentator legendaris BBC, Murray Walker.

Hari yang gelap untuk Formula 1, namun puncak dari akhir pekan yang memilukan di Imola itu telah mengubah F1 selamanya.

Warisan keamanan yang abadi

Tidak tepat jika mengatakan akhir pekan F1 GP San Marino 1994 menjadi katalis tunggal dalam peningkatan keselamatan F1. Namun, tidak bisa dipungkiri kecelakaan fatal Senna dan Ratzenberger memicu perubahan mendasar yang membuat evolusi keamanan di F1 dan motorsport secara umum menjadi hal konstan, bahkan sampai saat ini.

Kecelakaan Ratzenberger menyebabkan peningkatan kemajuan perangkat HANS - Head and Neck Support - yang tetap menjadi bagian integral dari peralatan keselamatan pengemudi Formula 1 modern.

Pengenalan perangkat HANS telah membantu memberantas efek dampak tabrakan dengan G-Force tinggi yang menyebabkan cedera seperti patah tulang tengkorak basilar.

GPDA mendorong perubahan lebih lanjut, modifikasi trek dan struktur tabrakan mobil menjadi fokus utama saat F1 meningkatkan standar keselamatannya.

Grand Prix San Marino 1994 bukan terakhir kali kita melihat seorang pembalap F1 meninggal. Karena tidak sampai 20 tahun kemudian, Jules Bianchi mengalami kecelakaan parah di GP Jepang 2014, dan mengalami koma selama 9 bulan sebelum meninggal di tahun 2015.

Sekali lagi, F1 bereaksi cepat dengan memperkenalkan pengaman kokpit Halo, yang sempat tidak populer di kalangan pembalap karena membuat desain mobil mirip seperti sendal jepit.

Namun pada akhirnya, HALO melakukan tugasnya dengan sangat baik untuk melindungi para pembalap dari potensi kecelakaan fatal. Sebagai contoh kita bisa melihat kekacauan start GP Belgia 2018, dan kecelakaan berapi Grosjean di F1 GP Bahrain 2020.

Akhir F1 GP San Marino 1994 akan selamanya hidup dalam ingatan banyak orang sebagai akhir pekan tergelap Formula 1.

F1 GP San Marino 1994: Akhir Pekan Terkelam dalam Sejarah F1

Read More