Pantaskah Bagnaia Menyalahkan Insiden Aragon atas Defisit Gelarnya?
Apakah adil untuk menyalahkan insiden di Aragon sebagai penyebab utama defisit Francesco Bagnaia di klasemen?
Dengan tiga putaran tersisa di musim MotoGP 2024, Jorge Martin unggul 20 poin atas Francesco Bagnaia di klasemen setelah Gran Prix Australia.
Bagnaia telah memenangi lebih banyak balapan daripada Martin pada hari Minggu, dengan delapan kemenangan yang menjadikan Bagnaia setara dengan Marc Marquez, Valentino Rossi, dan Jorge Lorenzo dalam mencapai hal serupa dalam satu musim.
Martin hanya memenangkan tiga Grand Prix, namun unggul 20 poin di klasemen kejuaraan. Faktor besar di balik ini adalah tujuh kali DNF yang dicatatkan Bagnaia pada musim 2024.
Bagnaia bukan orang asing dalam mengatasi tingginya angka nir-skor untuk memenangkan gelar. Pada tahun 2022, ia bangkit dari ketertinggalan 91 poin di pertengahan balapan untuk mengalahkan Fabio Quartararo yang sedang kesulitan di Yamaha setelah mengalami lima kali nir-skor. Pada tahun 2023, ia mencatatkan jumlah balapan nir-skor yang sama tetapi tetap menang melawan Martin.
Tujuh merupakan pencapaian tertinggi bagi Bagnaia dan pencapaian itu diraihnya saat menghadapi rivalnya Martin yang jauh lebih konsisten meski hanya memperolehan tiga kemenangan GP yang relatif sedikit.
Kedua pebalap sama-sama meraih enam kemenangan Sprint Race pada tahun 2024, sementara Martin telah meraih 13 podium pada hari Sabtu.
Delapan kemenangan Bagnaia pada hari Minggu merupakan pencapaian yang luar biasa dibandingkan dengan tiga kemenangan Martin, tetapi keduanya memiliki total 13 podium.
Martin hanya mengalami empat kali gagal mencetak skor pada tahun 2024, meskipun dua di antaranya terjadi saat memimpin grand prix dan yang ketiga saat ia memimpin sprint di Indonesia.
Kesalahan yang tidak dipaksakan atau kesalahan Alex Marquez?
Setelah finis di posisi ketiga yang jauh di GP Australia, Bagnaia mengomentari naik turunnya kejuaraan yang dijalaninya dan menyoroti perseteruannya dengan Alex Marquez di Aragon sebagai insiden yang membebani pikirannya saat ini.
"Kami terus pulih, kalah, pulih, kalah. Performa kami cukup seimbang," katanya. "Sayangnya kontak yang membuat saya terjatuh dengan Alex Marquez adalah fakta yang saat ini lebih membebani kejuaraan."
Insiden itu terjadi saat keduanya sedang bertarung untuk posisi ketiga, dengan Bagnaia yang lebih cepat dari keduanya dan masih punya cukup waktu untuk melakukan manuver dengan aman. Itu berarti 16 poin hilang hari itu, sementara Martin mampu memperbesar keunggulannya dalam kejuaraan dari tiga poin setelah Sprint menjadi 23. Jika Bagnaia finis di posisi ketiga, selisih di antara mereka akan menjadi tujuh.
Tentu saja, itu adalah masalah yang mahal. Namun, apakah insiden itu benar-benar menghambat Bagnaia?
Hanya dua putaran kemudian Bagnaia kembali mengalami kekalahan. Setelah memenangi sprint GP Emilia Romagna untuk memperkecil keunggulan Martin menjadi empat poin, ia terjatuh saat mencoba mengejar ketertinggalan di posisi ketiga setelah masalah ban yang aneh membuatnya tersingkir dari pertarungan kemenangan di babak pertama grand prix.
Jika ia hanya menempati posisi ketiga, Bagnaia akan meninggalkan Misano dengan delapan poin di belakang Martin, bukan 24 poin. Di Indonesia, dengan Martin hanya mencetak 25 poin untuk kemenangan Grand Prix-nya dan Bagnaia meraih 28 poin untuk akhir pekan, selisih di antara mereka hanya lima. Dan setelah menyapu bersih di Jepang, dengan Martin mencetak 26 poin, Bagnaia akan unggul enam poin di klasemen.
Dengan Martin mengungguli Bagnaia dengan selisih 10 poin di Indonesia, ia akan kembali memimpin klasemen kejuaraan dengan selisih hanya empat poin, bukan 20.
Jika Anda menambahkan (minimal) enam poin yang hilang Bagnaia saat ia terjatuh dari posisi ketiga di sprint Silverstone dan 12 poin yang hilang saat ia terjatuh dari posisi terdepan di sprint Barcelona, maka Anda memiliki keunggulan kejuaraan sebanyak 14 untuk pembalap Italia itu.
Tabrakan Alex Marquez di Aragon terbukti kontroversial saat itu, dengan Bagnaia awalnya mengatakan pembalap Gresini itu sengaja menabraknya. Sang juara dunia kemudian menarik kembali pernyataannya dan meminta maaf atas perkataannya.
Dan meski tidak diragukan lagi bahwa poin yang hilang di sana telah berdampak pada harapannya untuk meraih kejuaraan, namun bukan insiden itu yang telah menimbulkan kerusakan paling besar pada situasi poinnya.
Sayangnya bagi Bagnaia, kesalahan fatal yang paling merugikan terjadi karena ulahnya sendiri dan itu adalah sesuatu yang harus segera ia hadapi untuk membalikkan momentum yang diambil Martin dalam perburuan gelar.
Disunting dan diterjemahkan oleh Derry Munikartono